Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

5 Alasan Kenapa Harus Melawan Rasa Ingin Ngomongin Orang

  

ngomongin orang
Pernah gak sih terpikir ketika berkumpul, hal yang tidak bisa ditinggalkan adalah membicarakan orang lain. Maksudnya agar terkesan ramah. Basa-basipun dilakukan. Sayangnya malah terjebak pada yang namanya ghibah.

Berawal dari kata, “si Fulanah apa kabarnya?” Berderet cerita yang tersampaikan. Apa yang pernah dilihat dan didengar tentang Fulanahpun terumbar. Kata-kata, “oh, masak sih ….? Akhirnya terkonsep pada lawan bicaranya. Terbawa kemana-mana. Diceritakan lagi pada suami. Ketemu teman yang lainpun kadang menjadi topik yang hangat. Tak jarang kebenaran sebuah cerita tersebut belum dicek.

Hal ini masih menjadi PR besar bagiku. Sulit sekali untuk menahan diri untuk tidak ngomongin orang ketika berkumpul. Terlepas hal itu baik atau hal buruk. Apalagi ada rasa pernah dizholimi oleh seseorang. Duh, pengen curhat ‘kan? Setelah dicoba-coba menahannya, melawan rasa ingin ngomongin orang, lawan bicarapun malah memulai, mau tidak ditanggapi, takut dikira sombong, ditanggapi jatuh dalam ghibah. Biasanya, aku hanya senyum dan sekali-kali mengganguk Tapi ya namanya omongan orang akan tersave juga. Akhirnya terbentuklah frame terhadap orang yang dibicarakan.

Ternyata orang yang mengajak membicarakan seseorang dan yang mendengar sama saja. Sama-sama jatuh dalam dosa ghibah. Nah, lho! Jadi tahan diri untuk tidak melakukannya yuk! Berikut ini ada 5 alasan kenapa harus melawan rasa ingin ngomongin orang. Kenapa harus dilawan? Karena potensi ghibah ini ada pada setiap orang, khususnya perempuan.

Menyebabkan Amal Berpindah

Dalam buku yang berjudul dahsyatnya bahaya lisan wanita ditulis, Gibah adalah membicarakan orang lain dengan sesuatu yang tidak disukainya, saat yang bersangkutan tidak ada. Tanpa sadar, dengan renyah menjadikan orang lain menjadi santapan pembicaraan saat berkumpul. Percayalah, ketika diri tidak ada disana, maka kitalah yang mereka bicarakan.

Berhenti dalam lingkaran seperti ini. Dengan jelas, ghibah adalah perbuatan yang tidak baik. Besar dosanya karena terkait dengan hak orang lain. Sayangnya tidak seperti dosa mencuri, membunuh, dosa ghibah ini dianggap hal biasa. Hal yang rumlah. Terkadang kita ikut-ikutan membicarakan orang yang belum kita kenal, orang yang kita hanya nampak sekilas di TV. Ghibah pemimpin. Bagaimana cara meminta maaf kepada mereka yang terlanjur dighibahi?

Allah tidak mengampuni, hingga orang yang dibicarakan memaafkannya. Duh, bahkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda yang artinya:

Siapa saja yang pernah menganiaya saudaranya, baik berupa harta atau harga dirinya, hendaknya mendatanginya dan meminta maaf sebelum diambil (nyawanya), sementara ia tidak memiliki dirham maupun dinar. Bila memiliki kebaikan-kebaikan, sebagian kebaikannya diambil kemudian diberikan kepada (orang yang dizholimi)nya, dan bila tidak (memiliki kebaikan), keburukan orang yang dizholimi) diambil kemudian dilemparkan kepadanya.

Pekerjaan yang Sia-sia

Berapa waktu yang diperlukan untuk berkumpul lalu tanpa disadari membicarakan orang lain? Satu jam, dua jam? Membuang waktu bukan? Berkumpul sekarang ini tidak hanya tata muka namun bisa di media sosial, media whatsapp. Media untuk ghibah bertambah banyak. Kita terlalu sibuk membicarakan keburukan orang lain, sementara kekurangan diri justru lupa untuk diperbaiki.

Membuat orang lain insecure

Gara-gara sebuah omongan yang belum  tahu kebenarannya. Bisa membuat orang lain insecure. Apa sih insecure telah pernah dibahas sahabatku, Maria Tanjung.  Merasa cemas, merasa dipandang sebelah mata. Akhirnya orang tersebut menarik diri dari lingkungan. Menjadi tidak produktif. Kurang percaya diri dan membunuh karakternya.

Mulai saat ini, catatlah dalam hati kita, berjanji untuk melawan rasa ingin ghibah, Jadikanlah diri sebagai teman yang bisa memberikan dukungan positif sehingga terbentuk lingkungan yang membangun. Semoga saja!

Menunjukan Karakter Buruk Diri Sendiri

Penghibah. Tidak lepas dari kata-kata buruk dan keji. Kalau sebelumnya berani ghibah jika tidak ada orangnya. Sekarang ini, banyak ditemukan melalui sindiran-sindiran tajam. Menyakitkan. Membuat orang lain sedih. Bagi yang kuat, ia langsung membalasnya. Bagi yang lemah, ia akan menyimpannya dalam hati. Membawanya dalam perundungan. Sesungguhnya, ia sedang menunjukan karakter diri sendiri, yaitu suka berkata keji, tajam lidahnya dan tentu merupakan akhlak yang buruk dan tercela. Dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sungguh, kamu telah mengucapkan kata-kata yang seandainya dicampurkan dengan air laut pasti akan merusaknya.”

Mengganggu Kesehatan Mental

Buku dahsyatnya lisan wanita mengingatkan bahwa tidak hanya melawan rasa ingin ngomongin orang, namun kita juga harus terbebas dari mendengar omongan tersebut. Ketika mulai untuk bergunjing, alihkanlah pembicaraan. Jika tidak mampu, karena teman terlalu mendominasi. Tinggalkanlah. Demi kesehatan mental, cukup berteman dengan orang-orang yang bisa ciptakan lingkungan yang membangun. Bukan dalam artian pilih-pilih teman. Berteman biasa saja. Mengingat kaji lama, berteman dengan pandai besi akan kecipratan apinya, berteman dengan penjual parfum akan kecipratan harumnya.

Sebab, orang yang mendengar ghibah sama seperti yang mengucapkannya.

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (AL- Isra’ [17]:36)

Nah, itulah 5 alasan kenapa harus melawan rasa ingin ngomongin orang. Menulis ini bukan berarti aku sudah terbebas dari prilaku ini. Jujur sangat sulit sekali. Semoga kita bisa melawan rasa ini. Adakah dari teman-teman masukan agar kita bisa tidak ingin ngomongin orang atau agar tidak jadi pendengar dari sebuah gunjingan? 

 

 

 

Halamansekolah.com
Halamansekolah.com Seorang pembelajar, yang ketika merasa lelah, ia ingat bahwa hidup ini hanya untuk beribadah. Dan momen itu sebentar saja.

18 komentar untuk "5 Alasan Kenapa Harus Melawan Rasa Ingin Ngomongin Orang"

  1. Sungguh ini yg sering dirasain emak-emak ya mbak, haha..
    Aku kalo lagi ngumpul ditetangga, mencoba mengalihkan dengan main sama anak aja atau malah nggak keluar rumah, hihi

    BalasHapus
  2. Iya mbak, serba salah sih ya. Tapi mengingat mudaratnya memang harus kita batasi sendiri. Ada keinginan yang kuat dulu untuk tidak terlibat.

    BalasHapus
  3. iya aku pun berusaha bgt mengalihkan kalau ada yang begin, yang suka pusing kalau yang lebih tua nih kalau udh ngmgin org duh rasanya pengen pergi ajaa ya drpd ikut makan bangke

    BalasHapus
  4. Mbaaak, aku merasa tertampar banget nih. Sekarang lg berusaha ga ghibah deh aku. Beneran kadang suka ga kerasa kalau sebenere aku tuh lagi gibah.

    BalasHapus
  5. Menghindar dari gibah tuh kadang kala jadi ikhtiar yang berat ya, buat sebagian orang. Dan perjuangan banget buat ngehindarinnya.

    BalasHapus
  6. Jangan buka pembicaraan kak, alias diam aja kalau memang gitu lebih baik keluar koridor cari kesibukan lain, atau permisi mau ke toilet . kalau udah topiknya membuka pembicaraan tentang A pasti merembet panjang.

    BalasHapus
  7. kalo saya sebisa mungkin menghindari kumpul2, kadang tetangga sini suka banget kumpul tiap sore, saya sebisa mungkin gak kepo untuk ikutan kumpul. karena pasti ujung2nya ngomongin orang haha. jadi emang sih bagaimana kitanya ya menghadapi itu semua.

    BalasHapus
  8. setuju banget aku paling gak bisa ngomongin orang soalnya ngomongin diriku sendiri aja nggak ada habis-habisnya jadi lebih baik gosipin diri sendiri soalnya enggak dosa ya kan tapi jangan membuka aib diri sendiri sih

    BalasHapus
  9. Buat sebagian orang ngomongin orang itu pitamin lho kak wkwkw tapi klo di +62 mungkin karena kebiasaan berkumpul ya ..atau guyub istilahnya..jadi bahan pembicaraan ya ngomongin orang...klo buat aku sendiri biasanya cukup jadi pendengar yang baik dan mangut2 aja supaya acara ngomongin orang cepat selesai tanpa pernah ku koment.paling cuman aa..oo..aa..oo aja wkwkw dan apa yg kudenger ga pernah kuingat2....biasanya 5 menit juga udah lupa lagi kak tadi apa aza yg didenger hihihi

    BalasHapus
  10. Hal ini lah sedapat mungkin kita hindari ya, karena membicarakan orang lain bukan hal positif terlebih lagi sampai ghibah.
    Lebih baik kalau aku sih hanya sekedarnya aja saat ada yang bertanya atau bercerita sesuatu,takutnya tar malah melebar kemana mana topiknya.

    BalasHapus
  11. Ini terjadi karena tidak ada bahan pembicaraan kak jadi ngobrol ngelantur kemana mana..

    Coba pas kumpul2 bahas seo, gsc, ga dan sejenisnya.. pasti ga bakal ngobrolin orang... udah ribet duluan

    BalasHapus
  12. Pandemi gini ghibahnya online lho kak, aku sampai trenyuh banget. Kebayang saja kalau misal orang terdekat kita yang dighibahin gitu pasti nggak terima kan? Aku juga berusaha mundur, untungnya nih sekarang banyak komunitas blogger jadi daripada ghibah mending urusin blog

    BalasHapus
  13. Hasrat pengin ngomongin orang itu muncul melulu memang ya kak, dan gak bakal ada habisnya, ada aja kekurangan oorang yang tampak, padahal kekurangan sendiri juga lebih banyak wkwkw

    BalasHapus
  14. betul, ghibah itu enak. makannya gak lengkap kalo lagi kumpul2 gak ngomongin orang. padahal kalo ngomongin orang jika benar adanya namanya ghibah, kalo tidak sesuai fakta namanya fitnah. jadi harus hati2 agar tidak terjebak pada ghibah dan fitnah. dosanya gede

    BalasHapus
  15. PR juga buat saya nih untuk berhneti ngomongin orang. Kalo kumpul sesama erempuan tu kadang ada saja yang jadi bahan omongan.

    BalasHapus
  16. Kalau aku beda Kak Linda..semenjak aku bantu jaga warung aku sering jadinya mendengar ibu-ibu cerita ini itu, padahal kepengen tutup kuping. Jadi gimana dong Kak.. aku nggak ikutan nimbrung sih. Tapi kan punya kuping.. asli bingung.

    BalasHapus
  17. Masih susah banget ini, hiks. Kalau ngerumpi sama tetangga bisa kuhindari, tapi kalau ngerumpi di WA sama temen lama nih yg susah dihindari

    BalasHapus
  18. Alasan utama menurutku adalah.... dosa :(

    BalasHapus

Komentar yang baik akan kembali ke pemiliknya. Jadi, berkomentarlah yang baik saja.