Sebuah Jejak Part III

Daftar Isi

                Nayla berusaha meredam rasa. Memupuskan harapan-harapan bersama Falah. Dia sengaja tidak menemuinya, takut komitmen dalam hatinya untuk “membela ayah” mengambang. Dia meringkuk di dapur, memeluk kedua kakinya. Melihat Falah dalam keadaan rapuh membuat hatinya ngilu. 

                Sementara, Falah melangkah pergi dengan gontai meningalkan kosan. Jejak menggores tajam di ingatan. 

                “Sombong! Aku bisa memperoleh perempuan lebih dari kamu, Nayla. Tunggu saja kau akan menyesal!” lirih Falah sambil menggenggam gawainya dengan keras. 

***
                Malam sudah menjemput senja untuk pulang. Sementara tidak juga membuat lampu di kosan Nayla menyala. Ia tetap bertahan dalam gelap seperti hatinya. Sesekali, hanya terdengar gemericik air wudhu. Lalu, sunyi lagi. Ia terbaring berjam-jam di dipannya. Perutnya yang berontak tak membuat dirinya berdiri mencari makan, seluruh badannya terasa lemas tak bertulang. “Oh, begini ya rasanya putus dari kekasih tersayang?” gumamnya.

                Jam dinding sudah merangkak menuju pukul jam 2 dini hari, Nayla tidak juga tertidur. Ia pandangi langit-langit kamar. Kamar yang hanya terdiri enam kubin langit itu, terasa sangat sempit. Kubin kamar membawa pikirannya ke masa lalu bersama Falah. Ketika teringat, hatinya hancur dan lagi air mata tertumpah. 

                “Bismillah …. Nyawa saja bisa hilang apalagi seorang kekasih yang belum tentu jodoh dari Allah,” bisik hati Nayla. 

                “Sudahlah …. mengorbankan hati demi ayah. Semoga ada kebaikan setelah ini.” Dihusap air mata yang mengering. Dibasuhnya dengan air yang menggigil. Dipandangi wajah itu di depan cermin. Buruk sekali. Mata sembab. Nayla teringat besok pagi akan bimbingan dengan dosen. Lalu, diseduhnya teh hangat. Setelah diminumnya. Badannya terasa agak segar. 

                Sementara, ampas teh dikompreskan di kedua matanya. Lumayan. Sembab mata mulai sedikit memudar. Ia baringkan badan dengan mata terkompres. “Lahaulla walaquata illa billahil aliyil adzim.” Ia ucap berulang kali dalam hati. Benar saja kalimat itu membuat Nayla tenang dan tertidur.



6 komentar

Komentar yang baik akan kembali ke pemiliknya. Jadi, berkomentarlah yang baik saja.
Comment Author Avatar
2 November 2019 pukul 17.46 Hapus
Benar, membela ayah lebih mulia. Kan keinginan ayahnya juga sederhana.
Comment Author Avatar
2 November 2019 pukul 18.47 Hapus
Save ayah heee
Comment Author Avatar
2 November 2019 pukul 19.36 Hapus
Kenapa Falah memaksa?
Comment Author Avatar
Raa
2 November 2019 pukul 20.09 Hapus
Akan ada ganti yang lebih baik, Nay😊
Comment Author Avatar
2 November 2019 pukul 20.40 Hapus
Keren
Comment Author Avatar
3 November 2019 pukul 19.17 Hapus
Semoga ada kebaikan setelah ini, Nayla