Mengutuk Keputusan

Daftar Isi

            “Maaak, belikan Rio motor seperti teman-teman.” Bujuk Rio, setelah tahu Maknya baru dapat arisan.

            “Tanya abakmu! Amak mana tahu, yang punya uang abak.”

            “Bujukin abak, Mak!”  Rio melingkaran kedua tangannya ke leher amak. Ia berfikir sejenak. Kasihan juga si Rio, teman-temanya sudah bawa motor ke sekolah. Ya gimana lagi. Sudah zamannya anak-anak SMP berkendara ke sekolah. 

            “Tapi janji tidak ngebut-ngebut bawanya?”

            “Janji, Mak.” Jawab Rio sumringah

            “Kamu rajin belajarnya, kalau malas-malasan nanti, di balikin lagi motornya ke dealer.”

            “Sip, Mak. Ranking dua bisalah Rio, Mak. Kalau ranking satu. Berat.”

###
            Rio adalah anak semata wayang, Mak Rosi dan Pak Rino. Sedari kecil, keinginannya sering dituruti. Manalah tega Mak Rosi melihat anaknya tentrum, bergulung-gulung di lantai. Ia selalu mengalah, demi keinginan anaknya ditemukan. Ia rela menahan diri untuk mengganti dasternya yang sudah luruh dan lusuh demi memenuhi kuota paket internet si Rio. Ada rasa puas takkala bisa memenuhi keinginan anak semata wayangnya itu.

            “Dulu, aku sudah susah, jangan sampai anakku merasakan seperti apa yang kurasakan.” Wejangan mak Rosi ketika ditanya kenapa dibolehkan berkendara ke sekolah.

            Pertama, pak Rino yang mengantarkan Rio ke sekolah memakai motor yang lagi hit itu. Dibelinya cash dengan harga 27 juta. Seiring waktu, Rio sudah dirasa cukup piawai membawa motor. Maka laki bini itu mengizinkan anak semata wayangnya membawa motor sendiri. Dengan catatan berhati-hati membawa motor.

            Semakin berkelaslah Rio, selain pintar di dalam kelas, ia juga membawa motor ke sekolah. Banyak siswi yang tertarik dengannya. Rina salah satunya. Tanpa proses panjang merekapun resmi berpacaran. Setiap pagi, Rio menjemput Rina ke sekolah.

            Seperti pagi itu, Rio menerima WhatApp Rina untuk menjemputnya lebih pagi. Ada PR bahasa inggris yang belum dikerjakannya. Notif di WA Rio berbunyi.

            “Sudah dimana, Beib?”

            “Lampu merah.”

            “Cepetan dikit, telat nanti.”

            “Iya, Cantik.” Ketika lampu hijau menyapa, buru-buru Rio menggas motornya. Menambah kecepatan. Tetapi ada lobang segenggam tangan di jalan yang tidak ia lihat. Ia terlihat berusaha menghindari lobang itu.

            Bruuk

            Naas, Rio terpental memukul mobil Honda Jazz yang sedang terpakir di pinggir jalan. Tas sandang yang Rio gunakan berpindah tempat ke dalam mobil. Karena bagian belakangnya mengangga. Motor yang Rio kendarai ringsek, pecahanya menghalangi pengguna jalan yang melintas. 

            Sementara, Rio terbujur dengan darah mengalir dari mulut, telingga. Bagian kepala dan leher terhantam keras. Beberapa orang mulai terlihat berdatangan, pengguna jalan memilih berlalu tidak sanggup melihatnya atau tidak sanggup mencium anyir darah. Beberapa yang lain sibuk memfoto, merekam dan membagikan video. 

            Di tempat lain, Mak Rosi dan Pak Rino menangis histeris mengutuk keputusan yang pernah mereka ambil untuk Rio.

Posting Komentar