Cerita I
Akhirnya kuberanikan
diri untuk mengirim pesan bergetar, pesan yang semoga bisa membuat hatinya sedikit
bergetar. Mengingatiku. Huh! Semenjak siang ia tak berkirim kabar. Sibuk
mungkin. Sebenarnya cukup ia menanyakan sedikit perihal tentangku. Cukup
membuat tenang.
“Assalamu’alaikum,
Abi apa kabar?”
“Wa’alaikumsalam
Mi. Alhamdullillah baik. Tadi abi hampir terlelap ditenda putra, terus anak
putri nelpon genset mati. Duh, abi sekarang di tenda putri. Dibuatin kopi ginseng.
Sebentar lagi mau ke tenda putra."
“Jaga hati,
Abi!"
Itu pesan
terakhir yang terkirim. Sungguh aku benar-benar tak bisa terlelap dalam tidur.
Duh Abi tak sibuk, dia masih sempat menikmati secangkir kopi. Kenapa tak sempat
berkirim pesan kepadaku. Kalau aku tidak mengawalinya. Pikiranku mulai
mengikuti awan yang berarak malam ini, bersama suara guntur aku tersesat dalam
belantara purbasangka. Oh, pikiranku pun terhempas keras pada saudariku yang
menjadi Pembina pramuka putri, timbul rasa cemburu yang sangat. Bukankah dia
adalah sesosok wanita yang pernah Abi nadzor tapi prosesnya terhenti begitu
saja. Begitukah sehingga abi tidak mengingatiku …. air mata pun jatuh seiring
hujan yang mulai pecah.
Cerita II
Musim hujan,
semoga acara pramuka abi dan anak-anak berjalan lancar. Aamin. Tidak ada pesan.
Kalaupun berkirim pesan selalu telat membalasnya. Singkat. Mungkin abi sibuk.
Tidak mudah mengkordinir acara pramuka yang bisa dikatakan dadakan. Tanpa
persiapan tetapi aku yakin abi bisa mengatasinya. Sekarang jam-jam istirahat
aku coba berkirim pesan.
“Assalamu’alaikum,
abi apa kabar. Seru tidak pramukanya?”
“Wa’alaikumsalam
Mi, alhamdullillah baik. Tadi Abi hampir terlelap ditenda putra, terus anak
putri nelpon genset mati. Duh, abi sekarang di tenda putri. Dibuatin kopi
ginseng. Sebentar lagi mau ke tenda putra."
“Jaga hati, Abi!"
Pesan terakhir
terkirim secara reflek karena aku cemburu. Sedikit rasa bersalah sepertinya curiga
terus. Bukankah abi menjalankan tugasnya, pekerjaannya, memenuhi kewajibannya.
Kenapa hatiku kotor begini? Kenapa purbasangka menempel di langit kamarku? Hilangkanlah
ya Allah, perasaan ini pun semakin kacau. Sekelebat terbayang sesosok saudariku
yang menjadi Pembina putri. Astaghfirullah. Aku mempercayai abi dengan cinta
maka hilangkanlah rasa khawatir ini dengan cinta. Aku benci dengan hatiku
sekarang ini. Sepertinya perlu pembinaan hati. Kubaca-baca buku malam pertama
di alam kubur karya Dr. A’idh Al-Qarni agar hati ini lunak. Kemudian aku ambil gawai,
pengen silahturahmi dengan temen-temen agar suntuk ini hilang.
“Kok gawai ummi sibuk?”
***
Rasa bahagia
sedih dan sebagainya adalah hasil dari permainan mindset saja. Cara pandang,
cara menyikapi. Cara pandang ini tidak instant tapi perlu dilatih. Coba kita
lihat 2 kisah yang sama dari perempuan yang berbeda cara menyikapi di atas,
yang mana yang lebih menikmati hidup …. jangan biarkan kita terpenjara oleh
jerat purbasangka yang kita buat sendiri. Mari menikmati hidup!
Purbasangka
adalah langit kamarku. Menganggap ia tak lagi sayang padaku. Paksakan hati untuk berbaik sangka saja. tidak
akan melesat, tentu bahagia adanya.”
Posting Komentar
Posting Komentar