Berdebat Atau Mengalah ?
Daftar Isi
“Orang
yang terlebih dulu meminta maaf, saat berdebat, bukanlah mengaku salah,
melainkan tahu artinya menghargai.”
Ani membaca kata-kata itu dari
beranda facebook, meresapinya lalu terbawa kemanapun dia bergaul. Dia lebih
sering meminta maaf terlebih dahulu, saat berdebat, berdiskusi atau sharing. Pada
dasarnya dia memang kurang bisa berdebat. Katanya berdebat bisa mengeraskan
hati. Dia lebih memilih kata iya? Oh! Heem! Untuk menanggapi perdebatan,
meskipun terkadang nalurinya berkata tidak.
Seperti siang tadi, notif di
gawainya berbunyi.
[Assalamu’alaikum,
Buk! Ini Wati, wali murid dari Ananda Desvita. Saya mau nanya dimana kesalahan
PR anak saya tadi.]
Ani berfikir sejenak, lalu mengklik
foto yang dikirim oleh Wati. Terlihat buku tulis dengan tiga soal yang
diberikan kemarin dari buku paket.
[Dalam acara wisata pantai siswa kelas II
dibutuhkan tiga unit mobil. Berapa banyak mobil yang dipakai kelas II di
sekolah Beni jika ada tiga kelas II?]
Jawaban
anaknya adalah 3 : 3 = 1, ada tanda silang. Nilai yang diperoleh 6,6. Lalu, Ani
sejenak membaca lagi soal yang dia berikan, takut kalau dia yang salah menjawab
soal. Benar. Dibacanya sekali lagi. Iya benar. Tidak salah ia menyalahkan
jawaban anak tersebut. lalu tangannya dengan lihai membalas WhatApp guna
memberi penjelasan.
[Iya
mama Vita, mobil yang dibutuhkan tiga unit. Berapa banyak mobil yang dipakai
jika klas II nya ada tiga kelas? Jadi jawabannya adalah 3 X 3 = 9] tidak lupa
Ani menyisipkan emot meminta maaf. Dua menit kemudia mendapat balasan lagi.
[Setahu
saya di tema 2 sub Tema 4 Pembelajaran 1 kelas 2 itu muatan pembelajaran matematika
tidak ada tentang perkalian. Hanya pembagian.]
[Iya,
sebenarnya khusus pembagian, tetapi dibuku terselip perkalian. Saya lupa juga
ngecek sebelumnya.] sekali lagi, Ani sisipkan emot meminta maaf.
[Kita
kan, tidak bisa lari dari panduan, RPP, buku siswa dan buku guru. Itu gunanya
revisi, kalau ada kesalahan diganti soal lain. Jangan sampai, ada konsep
perkalian didalam penanaman konsep pembagian.]
Ani
terlihat berfikir sejenak, wah sepertinya Wati adalah seorang guru juga.
[Coba
dianalisa lagi soalnya, Bu! Itu menurut saya, Sih! Meskipun, di pembahasan adalah konsep pembagian, tetapi
jelas-jelas soalnya perkalian, ‘kan?]
[Apa
kunci jawaban di buku guru salah?] terlihat screen shot kunci jawaban 3 : 3= 1.
Ha! Kok bisa? Ani terlihat berfikir keras. Rasa lapar menjadi hilang seketika.
[Bener,
soalnya, Bu? Ambigu, ‘kan? Kalau seumpama kita lepas konsep apakah sedang
belajar perkalian ataukah pembagian, lalu kita menemukan soal tersebut. berapa
yang akan kita jawab. 3 x 3 = 9 ‘kan?] ingin Ani kirim pesan tersebut, sebelum
akhirnya dihapus kembali. Dia hanya menulis [Terimakasih koreksinya] dengan
emot meminta maaf.
Meskipun
demikian, Ani tidak bisa tidur nyenyak memikirkan berapa jawaban yang tepat
untuk jawaban PR yang dia berikan dari buku paket. Ia bingung, apakah dia yang
salah, atau Dewi atau penulis soalnya? Entahlah! Yang pasti dari kejadian ini
Ani mengambil pelajaran, harus mempunyai tehnik dalam menyampaikan pendapat. Kedua,
dia akan lebih teliti dalam memberikan soal walaupun dari buku paket. Ketiga, terus
semangat dalam mengajar, tidak mudah down. Apa hubungannya ya?
O
iya, ada yang bisa bantu Ani, soalnya begini: Dalam acara wisata pantai siswa
kelas II dibutuhkan tiga unit mobil. Berapa banyak mobil yang dipakai kelas II
di sekolah Beni jika ada tiga kelas II?
Jawabannya
ada dua perdebatan pertama 3 X 3 = 9 itu pendapat Ani. Kedua, 3 : 3= 1 itu
pendapat Dewi. Mereka berdua sama-sama bu guru lho.
Yang seidkit mengganggu mengapa ada tanda kurung yang muncul di tiap dialognya ya mbak? Masa laptop saya yg eror? huaaaaa
.menurut saya, ajak walimurid tsb ketemu dan diajak diskusi bareng. Bahasa ketikan dengan bahasa penyampaian langsung memang beda.