Namaku Laila. Aku seorang guru
yang lulus CPNS tahun 2018. Aku salah satu yang beruntung dari 2.775 pelamar di Daerahku. Di
lingkunganku, semua orang kagum, “Wah, hebat Laila, lulus murni.
Alhamdullillah, aku melayang seketika.
Sebenarnya, bukan karena kepintaran
yang membuat aku lulus. Tetapi memang Allah yang berkehendak kalau tahun ini
aku lulus. Sebelum memasukkan bahan CPNS, aku sudah mengedor-ngedor pintu
langit di sepertiga malam. Prinsipku, kalau aku punya kemampuan yang biasa
saja, relasi juga tidak ada, minta kepada Allahlah jalan keluarnya.
Kemudian aku mempelajari soal-soal
yang banyak beredar. Satu lagi kuncinya, aku sengaja mendaftar di penghujung
waktu, mencari sekolah yang sedikit pelamarnya. Ok, dapatlah sekolah yang baru
satu pelamar, di dusun Batu Menangis. Di situlah keberuntunganku.
###
“Enak
ya, Laila yang sudah PNS?” Tanya teman ngajarku di sekolah lama ketika kami
bertemu di KKG Kabupaten. Aku hanya tersenyum. Pias.
“Alhamdullillah,
Ra.” Aku tidak yakin dengan perkataan yang baru kusampaikan. Apakah aku
bersyukur?
“Traktir
dong, gaji pertamanya?” godanya.
“Boleh.”
Jawabku seakan aku bangga gajiku yang dulunya hanya 700.000,- sekarang naik
empat kali lipatnya. Belum lagi tunjangan mengabdi di daerah terisolir. Dan tunjangan-tunjangan
yang lainnya. Wah seharusnya aku bersyukur?
“Doakan
tahun ini aku mengikuti jejakmu yang Laila.”
“Jangan!”
reflek aku menjawabnya. Kulihat kening Ratih mengernyit.
“Maksudku,
semoga lulus tetapi bersainglah di sekolah yang sekiranya bisa dijangkau. Tidak sepertiku.
aku harus melewati jalan berdebu, dengan kerikil tajam yang berserak ke sana ke
mari selama musim kemarau. Jika hujan, jalanan berubah menjadi kubangan kerbau.
Aku harus turun mendorong motorku. Berlahan, dengan sepatu kugantungkan di
stang.” Akhirnya jebol juga keinginanku untuk tidak menggumbar ke orang lain.”
“Jauh
ya?”
“Empat
jam dari kota.”
“Jadi
Laila tinggal di dusun Batu Menangis?”
“Iya,
Ra, terpaksa.”
“Tetapi
orang-orangnya baik, ‘kan ?”
“Baik,
aku tinggal dengan salah satu nenek warga asli di sana.di rumah panggung. Dengan
mandi di sungai dan posisi jamban di luar rumah. Bagiku itu tidak masalah sih,
lama-lama akan terbiasa.
“Sabar
saja, nanti juga bisa pindah.”
“Menurut
aku dan suami juga begitu, tetapi harus mengabdi 10 tahun dulu. Sekarang kabarnya
sulit karena sistem online.”
“Dinikmatin
aja lah, Laila. Ada beribu orang yang pengen mendapat apa yang menjadi posisimu
sekarang. Coba berinvestasi kebun di sana, barangkali menyenangkan.”
“Yang
baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, ya Ra? Dulu aku bersemangat
sekali mau jadi PNS. Setiap doa, aku sisipkan. Sekarang aku merasa lebih baik
honor saja seperti dulu.” Berkata seperti ini mendorong air mata jatuh, sekuat
mungkin kutahan.
“Karena
belum kerasan saja, nanti kamu lama-lama keenakan malah malas pulang.” Katanya coba
menghiburku.
“Sepertinya
tidak bakal kerasan, meski kubuat enjoy tetap saja perih. Karena anakku yang
berumur belum genap dua tahun harus kutinggal dengan mamaku di Kabupaten. Kondisi
di dusun tidak memungkinkan ia kubawa. Sementara pekerjaan suami juga mustahil
ngikut aku di dusun. Anak pertamaku, sebelumnya kubawa sekolah di sana. Tetapi sepanjang
jalan mau pergi ke sekolah kami harus berpapasan dengan kubu. Dia takut. Dan ikut
nenek tinggal di Provinsi. Kami hanya bertemu sebulan sekali. Itupun jarang
lengkap. Keluarga macam apa ini, Ra?” ceritaku sambil mengusap bulir bening di
ujung netra.”
“Sabar
ya, Laila!” dihusapnya punggungku yang bergetar naik turun.
“Beruntung
kamu, Ra. Meskipun honor dengan gaji 700.000an tetapi dapat berkumpul dengan
anak, suami dan keluarga. Apa sebenarnya yang kita cari? Kalau kita
terberai-berai seperti ini?”
Aq jadi ikut baper kak
BalasHapushihihi
HapusTerharu kak😢
BalasHapusbig huge
HapusSepeeti kisah seorang teman.. semangat
BalasHapusbanyak yang ngalamin seperti ini mbak. sedih.
Hapuskeren tulisannya. Aku lihat di group menulis ditanggapi sampai 4000 lebih loh...
BalasHapusiya mbak, cerita ini yang likenya sampai 6,8 ribuan
HapusSemangat ..kak, cari sisi positipnya kakak..
BalasHapusKakak dibutuhkan disana...
Kalau kangen sama anak dan suami bisa pakai hp kak
Doaku smoga kakak baik baik selalu
hihi, bukan ceritaku dek, ini cerita kawan seperjuangan.
HapusAku 5x test CPNS gagal semua. Mungkin ini takdir Allah Swt juga.
BalasHapusaku gak ingat ntah sudah berapa kali mbak, hehe masih dua kali lagi bisa ikut, mengingat umur.
BalasHapusKalau kata orang jawa sawang sinawang ya mbak. Lihat orang lain sepertinya lebih baik dari kita, padahal tidak juga.
BalasHapus