Sri, Penjual Daster

Daftar Isi

Sri seorang ibu beranak dua. Dia penjual daster. Pekerjaan ini ditekuni untuk membantu perekonomian keluarga, suaminya hanya seorang buruh panggul batu-bata. 100 batu-bata dihargai seribu. Seharinya dia bisa memindahkan 4.000 batu-bata. Artinya sekitar 40. 000 penghasilannya sehari. 

Seperti biasa, Sri terlihat menyandang tas besar, berisi daster yang siap dijual. Sementara tangan kanannya menjinjing setumpuk daster dengan corak yang berbeda. Dia mulai berjalan menelusuri lorong-lorong dengan jalan berdebu. Wajah yang dialiri keringat itu, tetap berusaha tersenyum ramah kepada ibu-ibu yang ditemui di jalanan.

“Dasternya, Bu?” bujuknya.

“Ndak, Bu! Maaf, lagi tidak ada uang.”

“Uang tidak berbunyi kok, Bu! Lihat-lihat dulu juga boleh!” yang ditawari hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Corak-corak daster yang dibawa Sri sebenarnya sangat menggiurkan, tetapi ibu-ibu lebih menahan diri mengingat uang yang dipegang hanya cukup membeli cabe, beras, minyak dan sedikit ikan teri. 

Tibalah kakinya melangkah di depan gerbang sekolah besar. Gerbang itu tertutup. Celingukan, ragu hendak masuk. Pasti banyak guru yang mengajar disini, barangkali ada yang berminat dengan dasternya. Pak satpam menegurnya, menanyakan maksud kedatangannya. Dia pandangi Sri, jadi teringat dengan istrinya yang berjualan susu yoghout. Ah, kalau dia menolong orang lain, di bumi Allah yang lain pasto orang lain juga dengan mudah menolong istrinya. 

###

Kantor guru seketika berubah menjadi lapak. Waktu itu jam istirahat, beruntung Sri dapat menjajakan dagangannya.

“Pas ndak, Bu Haji?” Bu Vina mencoba daster berwarna merah marun, berputar lalu mengedip-ngedipkan matanya.

“Kamu, apa saja yang kamu pake tetap pas, cantik!” jawab bu Haji. Vina tersenyum. Lalu dicobanya lagi daster motif bunga berukuran besar. Merasa tertarik, dia ambil satu lagi daster yang bercelana. 

“Bahannya adem ini, bagus!” kata bu Fitrah, meskipun dia teringat daster yang dirumah masih ada yang belum dibuka dari plastiknya. Diapun ikut menyisihkan dua stel daster. 

Hampir semua guru berebut mencoba daster yang Sri bawa. Sebentar saja, daster yang didalam tas berpindah tangan. Hanya tiga orang guru yang kelihatan tidak tertarik. Pertama bu Siska seorang guru honorer. Kedua bu Wita yang ibunya juga mempunyai toko pakaian. Ketiga pak guru biologi.

Sri senyum bahagia, berusaha memuji bahan dasternya yang memang bagus. 

“60.000,- itu, Bu!”

“Kalau tiga berapa?” Tanya bu Vina

“Bolehlah, 150.000,- Bu!” Sri semangat mengeluarkan kantong plastik. 

Bu Siska mendengar itu. 50.000,- satu stel. Itu sangat murah. Seandainya dia memegang uang, ingin membeli satu. Daster di rumahnya sudah terasa lusuh, bunga di kantongnya saja sudah luruh. Tetapi apa mau dikata gajian masih tiga bulan lagi lamanya. 

“Boleh kredit?” Tanya bu Leni

“Maaf, Bu! Tidak bisa, modalnya kecil.” Jawab Sri dengan tersenyum.

Bu Leni, merasa tidak tertarik lagi, diletakkannya daster yang sudah menjadi cem-ceman dari tadi. 

“Di pasar, tiga seratus ribu, Vina.” Bisik bu Leni. “Tawar!” katanya sambil mencubit pinggang bu Vina lalu berlalu keluar kantor.

“Seratus tiga ya!”

“Ndak dapat, Bu!” itu sudah murah, yang seratus tiga itu bahannya lain. Kasar.” Kata Sri mulai bersemangat.

“Seratus tiga lah, ini banyak yang ambil!”

“Paling pas satu 45.000, Bu! Dari pada ndak jadi. Itu saja, saya ambil untung Cuma 3.000 per potong.”

Bu Haji menggedip-ngedipkan mata, lalu mundur teratur. Bu Vina tetap bersikeras dengan tawarannya. Guru-guru yang lain bersifat sama. Sri mulai gerimis, hatinya dongkol. Ibu-ibu cantik, berduit nawarnya membuat hati sakit. Di lorong yang berdebu saja , mereka masih punya rasa dalam menawar dagangan yang ia punya. Dari pada rugi, berlahan ia mulai mengemasi. Dengan dada sesak, matanya mulai memerah. Sedih dan iba seiring bel masuk kelas berbunyi, para gurupun bubar tidak jadi beli.

Melihat Sri memunguti dagangannya, di kursi, di meja, di lantai, ibu Wita merasa iba. Lalu ia ambil daster berwarna unggu, memberi selembar uang berwarna biru, lalu masuk kelas buru-buru. Pak Thohir, yang semula tidak tertarik akhirnya mengambil daster mungil, katanya untuk anak kesayangannya. Sementara, bu Siska meski hatinya iba tidak dapat berbuat apa-apa. Ingin ikutan membeli tidak punya uang. Ingin membantu Sri, ia teringat punya kelas. Akhirnya ia tinggalkan Sri sendiri, mengemasi dasternya. Terselip do’a semoga Allah lancarkan rejeki mu ya, Bu!



Halamansekolah.com
Halamansekolah.com Seorang pembelajar, yang ketika merasa lelah, ia ingat bahwa hidup ini hanya untuk beribadah. Dan momen itu sebentar saja.

25 komentar

Komentar yang baik akan kembali ke pemiliknya. Jadi, berkomentarlah yang baik saja.
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 16.56 Hapus
Perjuangan yang begitu tekun
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.52 Hapus
Terimakasih mbak
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 19.58 Hapus
Sedih aku bacanya, mbak. Artinya tulisan mba Linda mampu menggerakkan emosi pembaca.
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.53 Hapus
terimakasih, sama-sam berproses kita di Odop mbak ya
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 20.35 Hapus
Bagus banget tulisannya mba, aku sedih jadi ikut membayangi
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 20.45 Hapus
Keren Mbak. Jadi terharu baca tulisannya
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.53 Hapus
tema-tema ringan kayaknya asyik diangkat ya mbak
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 21.21 Hapus
selalu keren
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.54 Hapus
Aamiin, terimakasih, Dek!
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 21.33 Hapus
Bagus sekali,..berhasil menarik emosinya pembaca
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.54 Hapus
"Terimakasih" kata Sri
Comment Author Avatar
28 September 2019 pukul 23.39 Hapus
Wah..... Kereeennnn
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.55 Hapus
wow, yang baca juga keren. terimakasih ya
Comment Author Avatar
29 September 2019 pukul 15.31 Hapus
sedih aku tuh... :(
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.55 Hapus
hati yang pekalah yang merasa sedih ya mbak
Comment Author Avatar
Raa
29 September 2019 pukul 22.11 Hapus
Pembelajaran luar biasa. keren kak.
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.56 Hapus
Belajar dari kehidupan sehari-hari, Dek!
Comment Author Avatar
30 September 2019 pukul 03.59 Hapus
Keren tulisannya, semangat kak
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.57 Hapus
Terimakasih, semangat juga adek
Comment Author Avatar
30 September 2019 pukul 08.01 Hapus
Mantaaap...
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.57 Hapus
Aduh, malu aku pak. By the way, terimakasih pak sudah mampir
Comment Author Avatar
30 September 2019 pukul 14.00 Hapus
Bagus banget tulisannya. Penuturannya lancar, konfliknya pas nyata dan ya enak dibaca. Baiknya kata cem-ceman dicetak miring dan diberi penjelasan.
TOP MARKOTOOOP
Comment Author Avatar
1 Oktober 2019 pukul 11.58 Hapus
Terimakasuh, cus diedit! terimakasih koreksinya mbak
Comment Author Avatar
1 September 2020 pukul 04.08 Hapus
so real banget ya mbak linda. memang tipe orang yang dijabarin dengan kelakukan guru-guru itu ada. yang cuma lihat doang, yang nawar doang dan akhirnya ada yang beraksi yang tdinya ga mau beli ya
Comment Author Avatar
8 November 2021 pukul 12.46 Hapus
Untung daster emang tipis mbak 3000- 5000... Asli mataku memerah nah baca ini mbak.. Sering diginiin juga 100 3 ya mbak modalnya sudah 40k bahkan. Sekarang 45k. Dijual 50-55k saja. Yang 100 dapat 3 itu bahannya tipis Dan kasar modal 28k- 30k
.
Kenapa jadi curcol disini sih hihihi