Salah Ibu, Kalau Kita Miskin? Bagian Keempat
Senja
berlahan beranjak, sinar merah di ufuk barat mulai terbenam. Sri belum bangkit
dari duduknya setelah meminta penjelasan tentang robohnya rumah. Dia belum
mendapatkan ide dimana kira-kira bisa tinggal. Hati Sri mulai gelisah. Diminumnya
air putih yang disuguhkan berkali-kali. Guna mengusir kecemasan yang melanda. Dia
berusaha menutup rapat-rapat rasa itu, meskipun demikian Adit bisa merasakannya.
Digenggam erat tangan ibunya. Mata itu menangkap kalau beban yang ditanggung
ibunya sangatlah berat.
“Ya Allah, dimana kami
akan tinggal. Lahaula walaquwata ilabillah.” Gumamnya
“o iya Sri kamu dan anakmu
akan tinggal dimana malam ini?” Tanya pak Tohir
Sri menggeleng. Pak Tohir
terlihat berpikir sejenak. Dia pandangi dua beranak itu. Muncul rasa iba di
hatinya.
“Ya, kalau tidak ada
tempat menginap, malam ini sementara tinggal di sini saja.” Ajaknya
“Ehem!” ibu Tohir dari
arah dapur terbatuk, memotong perkataan Pak Tohir
“Maaf, ibu ada perlu
sebentar, Pak!” ditariknya tangan suaminya itu.
“Ibu tidak setuju, Pak! Memang
kita panti sosial? Kenapa mesti menginap di sini? Dia baru pulang dari kerja,
tentu beruang. Kenapa tidak menginap di hotel? Pokoknya ibu tidak setuju.” Cerocos
ibu Tohir sedikit berbisik. Dia takut bisa saja Sri jadi pelakor seperti di
senetron, di tolong lalu nyolong suaminya.
Meskipun berbisik, Sri
dengan jelas dapat mendengar pembicaraan mereka. Adu mulutpun terjadi, pak
Tohir kalah telak, istri selalu benar. Tanpa mengurangi rasa tidak enak kepada
tuan rumah, Sri lalu memohon diri. Berjalan menuruti kemana kaki melangkah. Hatinya
tidak lepas mengucap Lahaula walaquwata ilabillah. Sungguh hanya pertolongan
Allahlah yang bisa menolong.
“Kamu capek, Dit?”
tanyanya
“Tidak kok, Bu! Adit
tidak capek.”
“Maafkan ibu ya, Dit! Ibu
belum bisa kasih kamu hidup yang enak.”
Adit tersenyum. “Asal Adit
selalu dengan ibu hidup Adit terasa enak kok, Bu!”
Mereka saling tersenyum,
ada air yang menggenang di sudut mata.
###
Berjalan
tanpa arah, membawanya berhenti didepan Mushala. Mushala dengan penerangan
remang. Terlihat dinding kayu bercat putih yang suduh luntur. Ada dua pintu di
sisi kanan dan kiri. Pintu itu tidak menutup penuh, hanya sepinggang orang
dewasa, sehingga bisa melongok melihat isi dalam Mushala dari luar. Terlihat beberapa
papan mulai tanggal. Di dalamnya bau kencing kambing menyeruak. Butiran-butiran
hitam bertebaran. Sepertinya Mushala itu
sudah lama tidak digunakan.
“Sayang
sekali.” Pikir Sri. Kemana orang-orang, membiarkan Mushala terlantar. Begitu sibukkah
sehingga tidak tersentuh? Sri yang tidak tamat SD merasakan sedih, yang dia tau
Mushala adalah tempat belajar dan shalat. Jika kondisinya seperti itu, apakah
orang-orang tidak shalat?
Dengan
ragu Sri masuk, meninggalkan tasnya di luar. Bismillah. Dibantu Adit Sri
menyapu membersihkan kotoran kambing dan cicak yang mulai menebal. Dia tutup
mulutnya dengan jilbab. Sekali-kali terbatuk-batuk karena debu.
“Adit,
kamu kalau sudah besar, rajin ke Mushala ya! Jangan biarkan Mushala sampai
seperti ini.”
“
Iya, Bu!”
“
Kata pak Ustadz, laki-laki sholeh itu shalatnya di Mushala atau Masjid, bukan
di rumah.”
“Kata
guru Agama Adit juga, Bu!”
“Iya,
ibu senang melihat orang-orang yang suka shalat di Mushala.”
Setelah lumayan bersih, Adit
dan Sri mengambil air wudhu. Bersama-sama mereka melakukan shalat Maghrip
berjamaah. Adit berdo’a dengan khusuk, sementara Sri bersandar di tiang
Mushala, terserang kantuk dan lelah yang luar biasa. Tiba-tiba perut Adit
berbunyi, teringatlah Sri kalau dia dan anaknya belum makan apa-apa.
Kok saya jadi sedih membacanya. Bagus ceritanya mba,menyentuh hati pemabaca.
BalasHapustapi rasa-rasanya agak bergeser dari part 1 ya, itulah masalah mood, dipaksain hasilnya gini
HapusKeren, semangat kak
BalasHapussemanagaaaaaaaat
HapusMasyaAllah... mmakin keren. Ditunggu kelanjutannya kak
BalasHapusTerimakasih, jangan bosan ya
HapusCeritanya bagus,...keren ,penasaran dengan endingnya
BalasHapushehe, sekarang sedang susah buat lanjutannya ini. galau
HapusCeritanya keren, ditunggu kelanjutannya kak
BalasHapusTerimakasih, semoga menemui kelanjutannya, eh idenya
HapusAkhlak yg baik
BalasHapusAamiin, semoga kita mempunyainya ya, Dek1
HapusMaa syaa Allah ditunggu kelanjutannya ya kak
BalasHapusAamiin, semoga bisa menulis kelanjutannya ya
HapusYg rajin ke masjid atau musholla dit... Mangats
BalasHapusSemaaaagaaaat juga kakak, kata Adit
Hapussaya salut sama yang bisa buat cerita bersambung kayak gini
BalasHapusHehe, ini sudah mandeg mbak, ragu lanjut apa sudahin
Hapus