Semenjak Sri tinggal di
rumah mama Revan, beredar kabar di tengah warga sekitar kalau rumah Sri yang
kosong berhantu. Warga yang tak sengaja melintas, sering melihat bayangan-bayangan
aneh atau suara-suara yang membuat bulu roma berdiri. Pak Tohir, pemilik lahan
sengaja mendatangkan ustadz untuk mengusir hantu tersebut, konon akan
mempengaruhi harga tanahnya jika dibiarkan.
Terpilihlah, ustadz
Yadi. Seorang ustadz dari Dusun sebelah. Malam itu, pak Tohir, ustadz Yadi dan
3 orang pekerja pak Tohir sepakat akan berangkat ke rumah Sri. Mengusir hantu.
Dingin menusuk kulit hingga terasa ke tulang, berkali-kali pak Tohir
memperbaiki sarung untuk menutup kepala dan sebagian tubuhnya. Kabut asap tebal
masih menyelimuti, semakin malam terasa semakin tebal. Sesak memburu siapa saja
yang berada di luar rumah.
“Nek, permisi! Tidak
bermaksud mengganggu malam-malam.” Kata pak Tohir bermaksud permisi dengan
penghuni yang ada di sana.
“ Baca bismillah, Pak!
Segala mudarat pergi dengan bacaan bismillah.” Jawab pak ustadz sambil
tersenyum. Lagian kurang kerjaan nenek-nenek keluyuran malam-malam. Pak Tohir,
yang ditegur ikutan tersenyum, menggaruk kepala yang tidak gatal. “Iya ustadz,
maaf! Bismillah.”
Semakin mendekati rumah
Sri, semakin aura dingin menyergab. Pohon jati yang bergesekan dengan angin yang
mendisau, seperti orang yang berbisik-bisik. Semakin mendekati, maka semakin
tertinggal pak Tohir dan rombongan. Ustadz Yadilah yang berjalan paling depan. Sesekali
terdengar suara lolongan anjing. Senyap kemudian. Padahal, jam baru menunjukan
pukul delapan malam, tetapi kabut pekat dan jauhnya pondok terasa sudah tengah
malam.
Kreeek. Suara pintu
terdengar ada yang mendorong. Barangkali, penghuni rumah Sri tahu ada yang
datang. Sekelebat ada sesosok berambut panjang di belakang pintu. Pak Tohir,
menelan ludah, merasa ketakutan. Sementara ustadz belum juga membaca apapun.
“Dalam hitungan ketiga,
kita dobrak pintunya!” ajak pak ustadz
Pak Tohir dan pekerjanya
saling berpandangan. Ketakutan ketara di mata mereka. Bagaimana kalau sosok
yang terlihat tadi, memakai baju putih dan belakangnya bolong? Dengan taring
panjang, mata hitam legam dan kening yang berdarah-darah?
“Satu, dua, tiga!” pak
ustadz memberikan instruksi.
Dua pekerja mendobrak
pintu. Pak Tohir mengucap ayat-ayat pendek yang pernah ia hafal dari SD dengan
mata terpejam. Sementara Ustadz Yadi sibuk mengarahkan senter ke pintu. Pintu yang
terbuat dari kayu itu telah rapuh, engsel pintunya lepas. Tanpa didobrakpun sebenarnya
sudah bisa terbuka .
“Astagfirullah!” ustadz
menjerit setelah cahaya senternya mengenai sesosok bayangan.
Pak, tohir dan
pekerjanya ikut-ikutan menjerit istigfar dan menutup kedua matanya memakai
tangan. Takut melihat.
“Ya Allah! Sudah ku
duga.” Kata pak ustadz.
“Hantu yang kalian
maksud itu dari golongan manusia.” Tambahnya geram.
Pak Tohir, berlahan
membuka tangan. Terlihat dua orang yang menginjak tanah berdiri sedang tidak
memakai pakaian sempurna. Yang satu berambut panjang, yang satu tak berambut
alias gundul. Melihat itu, pak Tohir geram bukan main. Ia perintahkan
pekerjanya untuk menyeret dua hantu tersebut ke rumah pak RT. Esoknya rumah Sri
terpaksa di rubuhkan, rumah itu sering dipakai hantu-hantu untuk kencan. Berpesta
miras dan narkoba.
###
Mendengar penjelasan pak
Tohir, Sri memahami. Berkali-kali dia meminta maaf atas kejadian didalam
rumahnya. Dia berjanji untuk tidak meninggalkan rumahnya lagi. Sudah untung
diberi tumpangan di lahan pak Tohir secara gratis. Masalahnya rumah itu sudah
terlanjur dirobohkan. Sementara senja beranjak pergi menjemput malam. Sri memandangi
Adit, akankah anak semata wayangnya itu akan tidur tidak beratap dan bertikar malam
ini? lagi-lagi butir bening jatuh dari sudut matanya.
Keren, saya masih kesulitan dalam menulis cerbung. Salut dengan mbak
BalasHapusIni baru pertama kalinya mbak, baru belajar. Terima kasih
HapusBagus mb..saya belum pernah nulis cerbung. Terimakasih mb..
BalasHapus