Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salah Ibu, kalau Kita Miskin? Bagian Ketiga


Semenjak Sri tinggal di rumah mama Revan, beredar kabar di tengah warga sekitar kalau rumah Sri yang kosong berhantu. Warga yang tak sengaja melintas, sering melihat bayangan-bayangan aneh atau suara-suara yang membuat bulu roma berdiri. Pak Tohir, pemilik lahan sengaja mendatangkan ustadz untuk mengusir hantu tersebut, konon akan mempengaruhi harga tanahnya jika dibiarkan.

Terpilihlah, ustadz Yadi. Seorang ustadz dari Dusun sebelah. Malam itu, pak Tohir, ustadz Yadi dan 3 orang pekerja pak Tohir sepakat akan berangkat ke rumah Sri. Mengusir hantu. Dingin menusuk kulit hingga terasa ke tulang, berkali-kali pak Tohir memperbaiki sarung untuk menutup kepala dan sebagian tubuhnya. Kabut asap tebal masih menyelimuti, semakin malam terasa semakin tebal. Sesak memburu siapa saja yang berada di luar rumah. 

“Nek, permisi! Tidak bermaksud mengganggu malam-malam.” Kata pak Tohir bermaksud permisi dengan penghuni yang ada di sana. 

“ Baca bismillah, Pak! Segala mudarat pergi dengan bacaan bismillah.” Jawab pak ustadz sambil tersenyum. Lagian kurang kerjaan nenek-nenek keluyuran malam-malam. Pak Tohir, yang ditegur ikutan tersenyum, menggaruk kepala yang tidak gatal. “Iya ustadz, maaf! Bismillah.”

Semakin mendekati rumah Sri, semakin aura dingin menyergab. Pohon jati yang bergesekan dengan angin yang mendisau, seperti orang yang berbisik-bisik. Semakin mendekati, maka semakin tertinggal pak Tohir dan rombongan. Ustadz Yadilah yang berjalan paling depan. Sesekali terdengar suara lolongan anjing. Senyap kemudian. Padahal, jam baru menunjukan pukul delapan malam, tetapi kabut pekat dan jauhnya pondok terasa sudah tengah malam. 

Kreeek. Suara pintu terdengar ada yang mendorong. Barangkali, penghuni rumah Sri tahu ada yang datang. Sekelebat ada sesosok berambut panjang di belakang pintu. Pak Tohir, menelan ludah, merasa ketakutan. Sementara ustadz belum juga membaca apapun. 

“Dalam hitungan ketiga, kita dobrak pintunya!” ajak pak ustadz

Pak Tohir dan pekerjanya saling berpandangan. Ketakutan ketara di mata mereka. Bagaimana kalau sosok yang terlihat tadi, memakai baju putih dan belakangnya bolong? Dengan taring panjang, mata hitam legam dan kening yang berdarah-darah?

“Satu, dua, tiga!” pak ustadz memberikan instruksi.

Dua pekerja mendobrak pintu. Pak Tohir mengucap ayat-ayat pendek yang pernah ia hafal dari SD dengan mata terpejam. Sementara Ustadz Yadi sibuk mengarahkan senter ke pintu. Pintu yang terbuat dari kayu itu telah rapuh, engsel pintunya lepas. Tanpa didobrakpun sebenarnya sudah bisa terbuka . 

“Astagfirullah!” ustadz menjerit setelah cahaya senternya mengenai sesosok bayangan.

Pak, tohir dan pekerjanya ikut-ikutan menjerit istigfar dan menutup kedua matanya memakai tangan. Takut melihat. 

“Ya Allah! Sudah ku duga.” Kata pak ustadz. 

“Hantu yang kalian maksud itu dari golongan manusia.” Tambahnya geram.

Pak Tohir, berlahan membuka tangan. Terlihat dua orang yang menginjak tanah berdiri sedang tidak memakai pakaian sempurna. Yang satu berambut panjang, yang satu tak berambut alias gundul. Melihat itu, pak Tohir geram bukan main. Ia perintahkan pekerjanya untuk menyeret dua hantu tersebut ke rumah pak RT. Esoknya rumah Sri terpaksa di rubuhkan, rumah itu sering dipakai hantu-hantu untuk kencan. Berpesta miras dan narkoba.

###
Mendengar penjelasan pak Tohir, Sri memahami. Berkali-kali dia meminta maaf atas kejadian didalam rumahnya. Dia berjanji untuk tidak meninggalkan rumahnya lagi. Sudah untung diberi tumpangan di lahan pak Tohir secara gratis. Masalahnya rumah itu sudah terlanjur dirobohkan. Sementara senja beranjak pergi menjemput malam. Sri memandangi Adit, akankah anak semata wayangnya itu akan tidur tidak beratap dan bertikar malam ini? lagi-lagi butir bening jatuh dari sudut matanya.

Halamansekolah.com
Halamansekolah.com Seorang pembelajar, yang ketika merasa lelah, ia ingat bahwa hidup ini hanya untuk beribadah. Dan momen itu sebentar saja.

3 komentar untuk "Salah Ibu, kalau Kita Miskin? Bagian Ketiga"

  1. Keren, saya masih kesulitan dalam menulis cerbung. Salut dengan mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini baru pertama kalinya mbak, baru belajar. Terima kasih

      Hapus
  2. Bagus mb..saya belum pernah nulis cerbung. Terimakasih mb..

    BalasHapus

Komentar yang baik akan kembali ke pemiliknya. Jadi, berkomentarlah yang baik saja.