Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salah Ibu, Kalau Kita Miskin? Bagian kedua


Sri sedang memilah plastik dan gelas air mineral, ketika Adit berpamitan untuk pergi ke sekolah. Diciumnya tangan yang penuh kerutan dan terasa kasar itu dengan takzim. Sri melepaskan hingga punggungnya hilang di tikungan jalan, dengan penuh harapan dan do’a semoga kelak menjadi anak yang sholeh.

Setelah dipilah-pilah plastik dan gelas air mineral dimasukakan kedalam karung yang berbeda. Supaya mudah ditimbang di pengepul. Ia baru saja mau beranjak untuk sarapan pagi, tba-tiba seorang ibu dengan shirt panjang dan jilbab syari bertamu ke gubuk mereka. Rupanya mama Revan. Sedikit buru-buru ia bersihkan tangannya, lalu disambut tamunya.

“Mari, Bu! Mari masuk! Inilah gubuk kami.” Ibu Sri mempersilahkan mama Revan masuk. 

Rumah Sri berukuran sekitar 3 X 4 M. Hanya ada satu ruangan. Di sebelah kanan ada tikar pandan yang luruh ketika digulung. Diatasnya ada rak kayu yang berisi kardus-kardus tempat menyimpan pakaian. Sementara posisi dapur berada diluar rumah. Tungku dari batu-bata mulai menyatu dengan tanah karena tetesan hujan. 

Mama Revan hendak membuka sandal ketika akan masuk, tetapi Sri mencegah takut kaos kaki yang menutupi auratnya kotor. 

“Tidak usah dilepas Bu! Lantainya kotor.”

“Tidak apa-apa Bu! Santai saja.” Mengambil posisi duduk dekat pintu

Rumah Sri terasa sejuk, dari semua arah, angin berembus melalui celah-celah dinding triplek. Daun-daun rumbia sebagai pelindung atap membuat dingin semakin menggigit. Begitu jelas terlihat sulaman bungkus obat nyamuk diantara celah rumbiah yang lapuk. Dan lihatlah warna langit yang cerah dapat terlihat antara sulaman itu. Mama Revan membayangkan bagaimana dua beranak itu bisa meringkuk disaat hujan mendera?

“Sebelumnya mohon maaf ibu Adit, saya harap ibu tidak tersinggung. Maksud kedatangan saya kemari, untuk pertama bersilahturahmi yang kedua meminta tolong kepada ibu untuk bisa menjaga adiknya Revan. Saya bekerja dari pukul tujuh sampai satu siang. Kasihan kalau dibawa keluar rumah, terpapar asap seperti sekarang ini. Bagaimana Bu?” 

Sri menyimak mama Revan dengan seksama. Menjaga adiknya Revan? Pilihan yang cukup baik dibanding pekerjaannya sekarang. Tetapi ia merasa rumah mama Revan cukup jauh. Apa tidak ada kendala nanti?

Sepertinya mama Revan memahami apa yang Sri khawatirkan. Dia meminta Sri untuk tinggal di rumahnya. Ada kamar kosong. 

“Nantinya Revan bisa belajar dengan Adit, Bu” Bujuknya.

Di dalam hatinya yang paling dalam dia ingin melihat Sri bisa hidup lebih baik. Itu yang terpenting. Melihat sesama muslim dalam kondisi memprihatinkan, menyentuh hatinya untuk segera mengulurkan tangan.

Sri menitikkan air mata, disekanya air yang terlanjur tumpah itu. Mama Revan, sungguh baik pikirnya. Masih ada orang yang mempedulikannya. Disaat semua orang memandang sebelah mata. Disaat segala bantuan pemerintah yang seharusnya diperuntukan untuknya berpindah tangan. Disaat orang-orang terdekat pun menjauh. Suaminya? Entahlah mengingatnya menambah air mata itu tertumpah ruah.

“Terimakasih, Bu! Terimakasih ” Jawabnya lirih

Mama Revan berhati lembut, melihat Sri berurai air mata, entah mengapa dia juga ikut menangis.

“ Sudah, Bu! Sudah!” dia peluk kuat perempuan kurus dan ringkih itu. Dia berjanji akan memperlakukannya dengan baik, seperti kakak sendiri.

“Kok malah tangis, tangisan?” mama Revan berusaha mencairkan suasana.

“Baiklah saya permisi dulu ya Bu!”

“Aduh, maaf Bu! Saking asyiknya mengobrol ini jadi lupa menyuguhkan air minum.”

 Buru-buru Sri memohon diri. Dituangkannya air kedalam gelas legenda. Lalu disuguhkan. Ingin sekali rasanya dia menyuguhkan kepada tamu lebih dari itu. Dia ingin belajar dari nabi Ibrahim bagaimana memuliakan tamu. Memberikan yang terbaik. Seperti istri nabi Ibrahim menyuguhkan daging lembu bakar. Tapi apa hendak dikata, keinginan tinggal keinginan. Di rumahnya hanya ada nasi dan sambal ubi yang diiris tebal.

###
Mama Revan dan suaminya adalah keluarga yang baik. Mereka memperlakukan Sri dan Adit sangat bersahabat, seperti keluarga sendiri. Aditpun betah tinggal di rumah Revan. Selepas menjaga si kecil, Sri membuat peyek yang dijualkan secara online atas ide mama Revan.

Sebulan bekerja di rumah Revan, Sri sudah bisa menabung, 600.000 dari gajinya dan 900.000 an dari membuat peyek. Alhamdullillah. Selama ini Sri tidak pernah memegang uang sebanyak itu apalagi menyimpannya. Jadi Sri sangat berhemat, kalau tidak terlalu penting Sri sangat sungkan untuk mengeluarkan uang. Dia simpan baik-baik untuk tabungan sekolah Adit. Untuk makan sehari-hari semuanya di tanggung mama Revan.

Akan tetapi niat baik, tidak selamanya berjalan sesuai kehendak manusia. Ada skenario Allah yang harus dijalani dengan ikhlas. Ikhlas yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilakukan jika tidak ada ketakwaan.  Sri sedang sibuk membungkus peyek yang baru saja ia dinginkan dari penggorengan waktu itu. Ketika Papa Revan, mengumumkan kepada semua isi rumah. Kalau mereka harus pindah ke Medan. Pekerjaanya sebagai Direktur Utama PLN Kabupaten Bungo harus siap ditugaskan dimanapun.

Ah, lagi-lagi harus ada perpisahan. Setelah membantu berkemas-kemas. Sri mengemasi barangnya sendiri. Sebenarnya mama Revan menginginkan Sri ikut pindah ke Medan. Akan tetapi, ia sadar untuk pindah luar daerah, ia tidak berani. Ada harapan yang harus dikejarnya di kota ini. Akhirnya ketika mama Revan hendak bertolak ke Medan, Sripun siap pulang kembali ke rumahnya. Mama Revan memeluk erat Sri dengan bergetar. Dia sudah terlanjur sayang dengan keluarga itu. Revanpun demikian, namun ia berjanji akan berkirim kabar.

Dengan bekal tabungan yang ia bawa, Sri memiliki mimpi akan membuka usaha kecil-kecilan nantinya. Menuju ke rumahnya, Sri dan Adit diantar oleh ojek. Melewati jalanan yang berdebu, dan jarak pandang yang terhalang asap tebal. Bau asap dan debu bercampur menjadi satu. Setiap orang yang berpapasan dengannya terlihat menggunakan masker. Memerlukan waktu 15 menit hingga sampai di rumahnya. Itu sudah membuat dua beranak itu terbatuk-batuk.

Sesampai di halaman rumah. Ia keluarakan selembar uang bergamabar rumah Limas. Tetapi betapa terkejutnya mereka. Ditemui rumahnya sudah dirubuhkan. Didepannya terpasang spanduk. DILARANG BERBUAT MESUM DI LINGKUNGAN LAHAN INI, KEDAPATAN AKAN DINIKAHKAN DAN DI DENDA 20 JUTA.

Halamansekolah.com
Halamansekolah.com Seorang pembelajar, yang ketika merasa lelah, ia ingat bahwa hidup ini hanya untuk beribadah. Dan momen itu sebentar saja.

13 komentar untuk "Salah Ibu, Kalau Kita Miskin? Bagian kedua"

Komentar yang baik akan kembali ke pemiliknya. Jadi, berkomentarlah yang baik saja.