Sri sedang memilah
plastik dan gelas air mineral, ketika Adit berpamitan untuk pergi ke sekolah.
Diciumnya tangan yang penuh kerutan dan terasa kasar itu dengan takzim. Sri
melepaskan hingga punggungnya hilang di tikungan jalan, dengan penuh harapan
dan do’a semoga kelak menjadi anak yang sholeh.
Setelah dipilah-pilah
plastik dan gelas air mineral dimasukakan kedalam karung yang berbeda. Supaya
mudah ditimbang di pengepul. Ia baru saja mau beranjak untuk sarapan pagi,
tba-tiba seorang ibu dengan shirt panjang dan jilbab syari bertamu ke gubuk
mereka. Rupanya mama Revan. Sedikit buru-buru ia bersihkan tangannya, lalu
disambut tamunya.
“Mari, Bu! Mari masuk!
Inilah gubuk kami.” Ibu Sri mempersilahkan mama Revan masuk.
Rumah Sri berukuran
sekitar 3 X 4 M. Hanya ada satu ruangan. Di sebelah kanan ada tikar pandan yang
luruh ketika digulung. Diatasnya ada rak kayu yang berisi kardus-kardus tempat
menyimpan pakaian. Sementara posisi dapur berada diluar rumah. Tungku dari
batu-bata mulai menyatu dengan tanah karena tetesan hujan.
Mama Revan hendak
membuka sandal ketika akan masuk, tetapi Sri mencegah takut kaos kaki yang
menutupi auratnya kotor.
“Tidak usah dilepas Bu!
Lantainya kotor.”
“Tidak apa-apa Bu!
Santai saja.” Mengambil posisi duduk dekat pintu
Rumah Sri terasa sejuk,
dari semua arah, angin berembus melalui celah-celah dinding triplek. Daun-daun
rumbia sebagai pelindung atap membuat dingin semakin menggigit. Begitu jelas
terlihat sulaman bungkus obat nyamuk diantara celah rumbiah yang lapuk. Dan
lihatlah warna langit yang cerah dapat terlihat antara sulaman itu. Mama Revan
membayangkan bagaimana dua beranak itu bisa meringkuk disaat hujan mendera?
“Sebelumnya mohon maaf
ibu Adit, saya harap ibu tidak tersinggung. Maksud kedatangan saya kemari,
untuk pertama bersilahturahmi yang kedua meminta tolong kepada ibu untuk bisa
menjaga adiknya Revan. Saya bekerja dari pukul tujuh sampai satu siang. Kasihan
kalau dibawa keluar rumah, terpapar asap seperti sekarang ini. Bagaimana Bu?”
Sri menyimak mama Revan
dengan seksama. Menjaga adiknya Revan? Pilihan yang cukup baik dibanding
pekerjaannya sekarang. Tetapi ia merasa rumah mama Revan cukup jauh. Apa tidak
ada kendala nanti?
Sepertinya mama Revan
memahami apa yang Sri khawatirkan. Dia meminta Sri untuk tinggal di rumahnya.
Ada kamar kosong.
“Nantinya Revan bisa
belajar dengan Adit, Bu” Bujuknya.
Di dalam hatinya yang
paling dalam dia ingin melihat Sri bisa hidup lebih baik. Itu yang terpenting. Melihat
sesama muslim dalam kondisi memprihatinkan, menyentuh hatinya untuk segera
mengulurkan tangan.
Sri menitikkan air mata,
disekanya air yang terlanjur tumpah itu. Mama Revan, sungguh baik pikirnya. Masih
ada orang yang mempedulikannya. Disaat semua orang memandang sebelah mata. Disaat
segala bantuan pemerintah yang seharusnya diperuntukan untuknya berpindah
tangan. Disaat orang-orang terdekat pun menjauh. Suaminya? Entahlah mengingatnya
menambah air mata itu tertumpah ruah.
“Terimakasih, Bu! Terimakasih
” Jawabnya lirih
Mama Revan berhati
lembut, melihat Sri berurai air mata, entah mengapa dia juga ikut menangis.
“ Sudah, Bu! Sudah!” dia
peluk kuat perempuan kurus dan ringkih itu. Dia berjanji akan memperlakukannya
dengan baik, seperti kakak sendiri.
“Kok malah tangis,
tangisan?” mama Revan berusaha mencairkan suasana.
“Baiklah saya permisi
dulu ya Bu!”
“Aduh, maaf Bu! Saking
asyiknya mengobrol ini jadi lupa menyuguhkan air minum.”
Buru-buru Sri memohon diri. Dituangkannya air
kedalam gelas legenda. Lalu disuguhkan. Ingin sekali rasanya dia menyuguhkan
kepada tamu lebih dari itu. Dia ingin belajar dari nabi Ibrahim bagaimana
memuliakan tamu. Memberikan yang terbaik. Seperti istri nabi Ibrahim
menyuguhkan daging lembu bakar. Tapi apa hendak dikata, keinginan tinggal
keinginan. Di rumahnya hanya ada nasi dan sambal ubi yang diiris tebal.
###
Mama Revan dan suaminya
adalah keluarga yang baik. Mereka memperlakukan Sri dan Adit sangat bersahabat,
seperti keluarga sendiri. Aditpun betah tinggal di rumah Revan. Selepas menjaga
si kecil, Sri membuat peyek yang dijualkan secara online atas ide mama Revan.
Sebulan bekerja di rumah
Revan, Sri sudah bisa menabung, 600.000 dari gajinya dan 900.000 an dari membuat
peyek. Alhamdullillah. Selama ini Sri tidak pernah memegang uang sebanyak itu
apalagi menyimpannya. Jadi Sri sangat berhemat, kalau tidak terlalu penting Sri
sangat sungkan untuk mengeluarkan uang. Dia simpan baik-baik untuk tabungan
sekolah Adit. Untuk makan sehari-hari semuanya di tanggung mama Revan.
Akan tetapi niat baik,
tidak selamanya berjalan sesuai kehendak manusia. Ada skenario Allah yang harus
dijalani dengan ikhlas. Ikhlas yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk
dilakukan jika tidak ada ketakwaan. Sri
sedang sibuk membungkus peyek yang baru saja ia dinginkan dari penggorengan
waktu itu. Ketika Papa Revan, mengumumkan kepada semua isi rumah. Kalau mereka
harus pindah ke Medan. Pekerjaanya sebagai Direktur Utama PLN Kabupaten Bungo harus
siap ditugaskan dimanapun.
Ah, lagi-lagi harus ada
perpisahan. Setelah membantu berkemas-kemas. Sri mengemasi barangnya sendiri. Sebenarnya
mama Revan menginginkan Sri ikut pindah ke Medan. Akan tetapi, ia sadar untuk
pindah luar daerah, ia tidak berani. Ada harapan yang harus dikejarnya di kota
ini. Akhirnya ketika mama Revan hendak bertolak ke Medan, Sripun siap pulang
kembali ke rumahnya. Mama Revan memeluk erat Sri dengan bergetar. Dia sudah
terlanjur sayang dengan keluarga itu. Revanpun demikian, namun ia berjanji akan
berkirim kabar.
Dengan bekal tabungan
yang ia bawa, Sri memiliki mimpi akan membuka usaha kecil-kecilan nantinya. Menuju
ke rumahnya, Sri dan Adit diantar oleh ojek. Melewati jalanan yang berdebu, dan
jarak pandang yang terhalang asap tebal. Bau asap dan debu bercampur menjadi
satu. Setiap orang yang berpapasan dengannya terlihat menggunakan masker. Memerlukan
waktu 15 menit hingga sampai di rumahnya. Itu sudah membuat dua beranak itu terbatuk-batuk.
Sesampai di halaman rumah.
Ia keluarakan selembar uang bergamabar rumah Limas. Tetapi betapa terkejutnya
mereka. Ditemui rumahnya sudah dirubuhkan. Didepannya terpasang spanduk.
DILARANG BERBUAT MESUM DI LINGKUNGAN LAHAN INI, KEDAPATAN AKAN DINIKAHKAN DAN
DI DENDA 20 JUTA.
Miris y... 😭👍👍
BalasHapus😭
HapusHuhuhu
BalasHapushuge
HapusYa Allah sedih baca ceritanya. Bagus mba bisa nulis yang menggugah perasaan. Lanjutkan ...!!
BalasHapusterimakasih mbak Maria
HapusNext 😊
BalasHapusDi tunggu kelanjutannya ☺️
BalasHapusNext
BalasHapusDitunggu cerita selanjutnya kak
BalasHapusbagus kakLinda....
BalasHapustyponya dikurangin yah kak, biar makin enak bacanya hheheehe
mangats kakLind :)
Ditunggu kelanjutannya kak
BalasHapusBoleh angis gak?
BalasHapus